Google

Thursday, February 21, 2019

Makna Simbol Lingga Yoni


SETIAP kejadian manusia yang hidup di dunia ini tidak terlepas dari Lingga Yoni. Lingga Yoni sejatinya terdiri dari dua kata yang digabungkan menjadi satu yakni Lingga dan Yoni. Nah, apa arti dari Lingga dan apa arti dari Yoni?

Dalam mithologi Hindu, Lingga adalah merupakan simbolisasi perwujudan dari alat kemaluan pria atau penis. Sedangkan Yoni adalah merupakan simbolisasi dari alat kelamin wanita atau vagina. Berbicara mengenai Lingga Yoni sama halnya berbicara tentang asal muasal manusia.

Sebelum seorang anak manusia lahir di dunia, maka ada proses hubungan antara seorang laki-laki yang disebut ayah yang disimbolkan sebagai Lingga dan Ibu yang disimbolkan dari Yoni. Dimulai dari munculnya rasa saling mencintai yang akhirnya berlanjut pada jenjang yang lebih tinggi yaitu pernikahan.

Sejatinya, nenek moyang Indonesia dari dulu memandang hubungan antara lelaki dan wanita sebagai hubungan yang suci yang wajib diketahui oleh anak laki-laki dan perempuan yang sudah cukup umur atau akil baligh. Mereka perlu mengetahuinya untuk menyebarkan wiji (benih) untuk keturunan berikutnya yang terikat dalam satu hubungan pernikahan.

Hubungan cinta suci tersebut itulah akhirnya digambarkan dengan simbolisasi Lingga Yoni. Simbolisasi Lingga Yoni ini bukanlah dalam artian untuk hubungan cinta bebas. Justru Lingga Yoni merupakan gambaran sebuah hubungan suci antara suami-istri untuk bisa memiliki keturunan di dunia ini.

Pengeran Katon





Orang Jawa yang berpaham Kejawen memandang keberadaan ayah-ibu sebagai Pengeran Katon (Tuhan yang tampak). Artinya, keberadaan manusia di dunia ini tidak terlepas dari tiga faktor Tuhan - Ayah - Ibu. Lho kok bisa? Ya jelas bisa. Jika satu unsur saja tidak ada, maka anak manusia tidak akan bisa lahir di dunia ini.

Jika Gusti Allah, ada Ayah tetapi tidak ada Ibu, maka pertanyaannya, siapakah yang melahirkan?

Jika ada Gusti Allah, ada Ibu tetapi tidak ada ayah, lalu siapakah yang menyebarkan benih untuk menjadi jabang bayi tersebut?

Jika ada ayah, ada ibu tetapi tidak ada Gusti Allah, pertanyaannya siapakah yang memberi ruh pada si jabang bayi untuk bisa hidup?

Dari situlah dapat disimpulkan bahwa keberadaan Gusti Allah-Ayah-Ibu itu saling berkaitan erat pada sebuah kejadian anak manusia di dunia ini. Oleh karena itu, orang Kejawen membagi ketiga faktor tersebut dengan sebutan yang berbeda-beda.

Orang Kejawen menyebut Gusti Allah itu sebagai Gusti Pengeran. Sementara ayah dan ibu disebut sebagai Pengeran Katon (Tuhan yang Tampak).(*)

Thursday, December 27, 2018

Mencermati Kematian dari Tembang Jawa


SETIAP manusia akan menemui ajal dan kematian. Bagi orang yang beragama apapun harus mempersiapkan kematian. Demikian juga dengan orang Jawa yang berpaham Kejawen, ajal dan kematian itu sudah harus dipersiapkan semasa kita hidup di alam dunia ini.

Orang Jawa yang berpaham Kejawen sudah mempelajarinya lewat tembang tembang yang menceritakan tentang kematian. Dari tembang-tembang tersebut, orang Jawa dituntut untuk memahami sangkan paraning dumadi (asal muasal manusia dan kemanakah manusia itu akan pergi setelah mati).

Berikut ini adalah tembang-tembang Jawa yang memberikan tuntunan bagi Orang Jawa untuk mengetahui kemana tujuan akhir hayatnya nanti setelah mengalami kematian.

...
c.parentNode.insertBefore(cp, c); })();


Kawruhana
Mengertilah
Dununge wong urip pun niki
Letak hidup manusia ini
lamun mbenjang yen wus palastra
besok ketika sudah meninggal
wong mati ngendi parane
orang mati kemana perginya
umpamakno peksi mabur 
umpamanya burung terbang
mesak saking kurunganipun
keluar dari sangkarnya
jiwa ninggalke raga
jiwa meninggalkan raga
bali marang Hyang Agung 
kembali ke Tuhan
Umpamakno wong lungo sonja
umpamanya orang pergi berkunjung
Jang sinanjang wong lungo sonja wajibe mulih
saling mengunjungi orang berkunjung wajibnya pulang 
mulih ning ngisor kamboja. 
pulang ke bawah pohon kamboja

Urip iku ning donya tan lami
hidup ini di dunia tidak lama
umpamane jebeng menyang pasar
seumpama anda pergi ke pasar
tan langgeng ning pasar wae
tidak mungkin selamanya di pasar saja
tan wurung bakal mantuk
nantinya bakal pulang
mring wismane sangkane nguni
ke rumah tempat asal kita
ing mengko aja samar, sangkan paranipun
nanti janganlah samar, asal dan kemana kita pergi
ing mengko podo weruha, 
nanti sama-sama ketahuilah
yen asale sangkan paran duk ing nguni
asal sangkan paran dulunya
aja nganti kesasar
jangan sampai tersesat

yen kongsiho, 
mengertilah
sasar jeroning pati
tersesat di alam kematian
dadya tiwas uripe kesasar
akhirnya hidupnya di alam kematian tersesat
tanpa penclokan sukmane
tiada tempat hinggap sukmanya
sak paran-paran nglangut
ke mana-mana bingung
kadya mega katut ing angin
seperti mega yang tertiup angin
wekasan dadi udan
akhirnya jadi hujan
mulih marang banyu
kembali menjadi air
dadi bali muting wadag
jadi kembali menemukan badan kasar
ing wajibe sukma tan kena ing pati
padahal kewajiban sukma itu tidak tersentuh kematian
langgeng donya akherat
langgeng dari dunia hingga akhirat(*)

Monday, October 22, 2018

Mencari GUSTI ALLAH Lewat Sanepan

KEHIDUPAN spiritual orang Jawa tidak terlepas dari Sanepan (perumpamaan). Namun dalam sanepan tersebut terdapat makna-makna yang dalam yang umumnya disamarkan sehingga tidak mudah untuk dimengerti oleh masyarakat secara umum.

Biasanya untuk memahami keberadaan GUSTI ALLAH, orang Jawa akan menggunakan sanepan untuk menyamarkan pesan yang akan disampaikan sehingga tidak akan tampak vulgar.

Ada beberapa sanepan yang perlu diketahui oleh para pendaki spiritual guna memahami GUSTI ALLAH. Sanepan-sanepan itu antara lain:

1. Golekana Tapak e Kuntul Mabur
2. Golekana Kayu Gung Susuhing Angin
3. Golekana Galihing Kangkung

Golekana Tapak e Kuntul Mabur

Kuntul atau bangau jika terbang maka akan sulit untuk melihat tapak kakinya. Hal itu sejatinya mengesankan bahwa GUSTI ALLAH itu ada namun kita tidak bisa melihatnya. Begitulah orang Jawa begitu halus 'membungkus' keberadaan GUSTI ALLAH dan tidak menerangkannya secara gamblang.

Golekana Kayu Gung Susuhing Angin

Sejatinya, makna kata 'Kayu' berarti 'karep' atau keinginan. 'Gung' berarti besar. Sedangkan 'Susuhing Angin' adalah nafas manusia. Kalau sanepan itu dirangkum, maka memiliki arti yang bermakna: Keinginan yang kuat atau besar hanya bisa terkabul jika mampu menguasai nafas.

Golekana Galihing Kangkung 

Dalam arti biasa ini berarti kita harus mencari apa inti atau tengah tengah dari sebuah tanaman kangkung, padahal seperti yang kita tahu bahwa tanaman kangkung itu sendiri pada saat kita belah menjadi dua maka kita akan melihat bahwa sama sekali tiada tengahnya, yang ada adalah rongga kosong seperti bilah bambu yang kita pecah/belah menjadi dua.

Trus apa makna kata kata diatas? Karena kita tau tidak ada isi ditengah-tengah batang tanaman kangkung itu sendiri.

Nah dalam filosofi Jawa GOLEKONO GALIHING KANGKUNG memuat makna bahwa semua itu berawal dari kosong dan akan menjadi kosong pula, begitu juga manusia, dulu kita gak pernah ada karena kita masih di alam SUWUNG kemudian kita dilahirkan besar dewasa dan mati kita akan kembali ke alam SUWUNG itu sendiri.

Karena pada saat kita bertanya siapa GUSTI ALLAH itu? Ya kita bisa jawab GUSTI ALLAH adalah kekosongan itu sendiri, padahal dalam kekosongan itu GUSTI ALLAH berkarya dalam menciptakan segalanya.(*)

RAHAYU SAGUNG DUMADI